Seni dan Ilmu dalam Politik


Seni dan Ilmu dalam Politik

Relasi antara ilmu dan seni

Seni dan ilmu merupakan dua bidang yang sangat penting dalam urusan politik. Seni merupakan suatu keindahan, namun dapat juga diartikan sebagai kelihaian strategi dalam bidang politik. Sedangkan ilmu tentunya saja tidak diragukan lagi kebermanfaatannya, dapat dijadikan sebagai dasar orang melakukan sesuatu. Seni dan ilmu dua komponen yang sangat dibutuhkan dalam menyusun dan memutuskan kebijakan/keputusan. Relasi antara ilmu dan seni akan sangat bermanfaat jika implementasinya tepat sesuai dengan norma hukum yang berlaku (Hossain & Hickey, 2019). 

Ilmu dijadikan sebagai dasar pengetahuan dalam menentukan kebijakan

Ilmu dijadikan sebagai dasar pengetahuan dalam menentukan kebijakan. Bahwa term-term teori dapat memberikan pedoman dalam menyusun konten/isi kebijakan. Penggunaan teori tentunya sudah melalui uji verifikasi kebenaran dan kevalidan. Lantas peran seni bagaimana dalam menentukan arah kebijakan. Ketika proses penyusunan suatu kebijakan pasti akan banyak bermunculan kepentingan-kepentingan dari berbagai arah/sektor. 

Tentunya pengambil kebijakan dapat melihat secara objektif, sehingga dapat mengetahui mana orang-orang yang memang menjunjung tinggi kemaslahatan umat dan mana yang mementingkan diri/kelompoknya sendiri. Seni dapat berbentuk strategi pengambil kebijakan bahwa kebijakan dibuat sedemikan rupa agar berdampak positif terhadap sebagian besar penerima kebijakan. 



Koalsisi ilmu dan seni dapat menghasilkan suatu kebijakan secara ciamik

Secara logis, tentunya ada pihak-pihak yang pasti menganggap negatif terhadap kebijakan. Disinilan peran seni yang sesungguhnya. Bagaimana merespon ataupun counter attack terhadap kelompok penerima negatif. Tentunya pengambil kebijakan harus sudah memprediksi kemungkinan-kemunkinan muncul respon negatif dan sudah ada solusi yang ditawarkan. Sehingga pada akhirnya koalsisi ilmu dan seni dapat menghasilkan suatu kebijakan secara ciamik bagi kemaslahatan umat.

Ilmu dan seni juga dapat dijadikan counter attack

Ilmu dan seni juga dapat dijadikan counter attack oleh penerima kebijakan terhadap pengambil kebijakan. Penguasa yang notabene menjadi pengambil kebijakan, jika produk kebijakannya tidak memihak kepada kaum yang lemah, tentu hal ini sangat disayangkan. Ketika kebijakan bersifat eksploitatif dan coercive, maka perlu ilmu dan seni sebagai upaya keluar dari fals consiosness yang berwujud rasa tak berdaya, pasrah diri dan menyerah menerima keadaan apa adanya.



Ketegangan akan terjadi jika kelas lemah tersadar dieksploitasi oleh kelas dominan

Bila suatu kebijakan dirasa mengecewakan secara masif oleh khalayak umum, maka secara otomatis akan menimbulkan percikan-percikan ketegangan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Goerge Ritzer (1996) bahwa ketegangan akan terjadi jika kelas lemah tersadar dieksploitasi oleh kelas dominan. Jika suah terjadi ketegangan, maka akan muncul konflik diantara dua kubu. Disinilah ilmu dan seni berperan dalam diri penerima kebijakan. Ilmu dijadikan sebagai refrens ketika mengungkapkan pendapat-pendapat dalam mengcounter suatu kebijakan. 

Konflik terjadi manakala terdapat perbenturan dua atau lebih kekuatan

Konflik terjadi manakala terdapat perbenturan dua atau lebih kekuatan yang dikarenakan sejumlah perbedaan kepentingan (Leont’eva, 1990). Jika penerima kebijakan mengalami kekecawaan, maka rawan terjadi konflik. Sedangkan seni berperan sebagai strategi atau cara bagaimana penyampaian aspirasi dapat didengar dan dapat disetujui oleh engambil kebijakan. Tentunya strategi ini dapat bermacam-macam, dari mulai meminta partisipasi penyusunan kebijakan, menyuarakan aspirasi di media masa sampai dengan dalam bentuk penyampaian aspirasi secara masal oleh gerakan masa yang besar.


Penulis: Failasuf Fadli

Post a Comment for "Seni dan Ilmu dalam Politik"