Arah Baru Mengemas gaya Filsafat

Arah Baru Mengemas gaya Filsafat

Bagaimana menurut panjenengan jika mendengar kata 'filsafat', adakah sedikit gangguan atau semacamnya? Atau jangan-jangan sama sekali tidak mengenalinya?


Mungkin ini yang sebenarnya penting dibincangkan. Bagaimana pun 'berfilsafat' itu penting. Sayang seribu sayang, tidak sedikit anggapan sosial yang terbentuk di era sekarang begitu kejam sedemikian rupa, 'iya, sedemikian rupa', bagaimana filsafat itu 'susah' hingga diharamkan minoritas kelompok. Akibatnya, mempengaruhi sesiapa saja yang terjaring dalam siklus pelaku 'pengklaim' tersebut.

Kepopuleran Yang Disandingkan Filsafat Ialah Ilmu Yang Susah

Hal demikian didukung oleh buku-buku yang tersebar, 'cenderung' menyasar kelompok menengah ke atas dalam ranah pemahaman. Akhirnya, kepopuleran yang disandingkan filsafat ialah ilmu yang susah; dari bahasanya yang sukar dipahami hingga kalimat-kalimatnya yang seakan terus memutar dalam siklus itu-itu saja.


Tidak dipungkiri, memang betul, secara umum, buku-buku filsafat yang tersebar memiliki tatanan bahasa yang dikhususkan untuk mereka yang memiliki pemahaman menengah ke atas. Kalaupun ada yang mempelajarinya dan mendapat kesukaran, maka, sebenarnya itu yang harus dijawab oleh para ahli filsafat atau pegiat dan semacamnya.


Baca Juga: Islam, Muslim dan Filsafat

Filsafat Cukup Mudah Dipahami

Satu contoh kecil beberapa buku yang membawa filsafat cukup mudah dipahami dan menyasar kalangan menengah ke bawah dalam ranah pemahaman ialah 'Gerbang Kearifan; Sebuah Pengantar Filsafat Islam' karya Prof. Mulyadhi Kartanegara. Pun beberapa buku Dr. Fahruddin Faiz, seperti 'Sebelum Filsafat' & 'Filosof juga Manusia'. Sebatas pendeknya pengetahuan dan koleksi penulis.


Beberapa buku di atas, menjadi contoh penting, betapa perlunya filsafat disampaikan dengan bahasa yang mudah atau bahasa populer dewasa kini atau, katakanlah bahasa millenial. Dengan syarat, tidak menghilangkan karakter dan sifat fundamental daripada filsafat.

Filsafat Menarik dan Mudah Untuk Digumuli.

Pendeknya, reproduksi olah filsafat perlu difilsafati kembali dalam rangka menemukan bahasa yang biasa, atau katakanlah, bahasa yang sering digunakan dalam konsumsi sehari-hari. Dengan begitu, boleh jadi kemasan filsafat jadi menarik dan mudah untuk digumuli.


Buku filsafat yang dikemas secara populer dengan bahasa enteng, tidak seperti pada umumnya-mayoritas yang tersebar, memberi peluang cukup baik pada bertambahnya minat berfikir anak millenial; merefleksikan rutinitas sehari-hari dengan maksud mencapai ketajaman berfikir menuntaskan problematika secara arif.

Masifnya Manusia-manusia Muda Yang Hobi Berfilsafat

Selain itu, menyebarnya buku-buku filsafat yang dikemas dengan bahasa populer dan bahasa mudah, berpeluang cukup kuat menarik daya baca individu dan daya ketertarikan individu kepada filsafat dengan alasan, filsafat karakternya menelanjangi dan mengajak terus berjalan hingga pangkal. Kemungkinan dengan upaya tersebut, filsafat dapat menjamah setiap rumah pikiran individu, yang outputnya ialah masifnya manusia-manusia muda yang hobi berfilsafat.


Baca juga: Menakar Perenialisme Sebagai landasan Filosofi Pendidikan Dasar Indonesia


Berfilsafat dewasa kini seakan ditolak dan dihindari. Tidak dipungkiri kesulitan menjadi asal muasal daripada sikap yang demikian. Akhirnya, menjamah pada generalisir bahwa filsafat merupakan sebuah kajian atau ilmu yang sulit. Dampaknya ialah banyaknya kalangan yang mulai menghindari hingga menyisihkan filsafat dalam hukum haram.

Kalangan Yang Serius Membenci Filsafat Dalam Anggapan Sesat

Ada satu kefatalan yang sering ditemukan dalam kajian-kajian surgawi, semacam pengamplingan individu dan kelompok dalam perkara ukhrowiyah berdasar pada keterbatasan ilmu dan pengetahuan. Impactnya ialah terdoktrinnya banyak kalangan yang serius membenci filsafat dalam anggapan sesat. 

Barang Siapa Yang Mempelajari Filsafat, Maka Neraka adalah Tempatnya

Barang siapa yang mempelajari filsafat, maka neraka adalah tempatnya. Begitulah kiranya anggapan yang paling berbahaya. Bagaimana tidak, dengan pemahaman dan pengetahuan yang sedikit orang-orang yang berupaya menemukan lintasan ilmiah dalam berpikir kemudian disesatkan. Tentunya, cara demikian sangat tidak selaras dengan keilmuan tauhid, khususnya dalam aswaja, "bahwa tidak dibenarkan mengkafirkan seseorang tanpa ilmu, bahkan dengan ilmu pun bukan ranahnya", artinya kafir atau tidaknya pada hakikatnya hanya Allah yang mengetahui.

Kekafiran Seorang Manusia Hanyalah Allah Yang Mengetahui

Bagaimanapun, dalam tauhid dijelaskan, bahwa yang Maha Mengetahui Keimanan dan Kekafiran seseorang hanyalah Allah. Akan tetapi, dengan ilmu seseorang dapat mengklasifikasikan mana yang terhukum iman mana yang terhukum kafir. Itu pun tidak serta merta dibenarkan jika mengklaim individu dengan kafir 'menurut dirinya dan kelompoknya', maka hukumnya kafir dan iman menurut Allah. Ini benar-benar polemik.


Baca Juga: Literasi, Peradaban dan keberadaban

Filsafat Dihukum Sesat

Kesalahan terbesar kalangan ini (yang mengklaim) ialah menggeneralisir atas filsafat secara universal. Sedangkan, dalam Islam berfikir dengan benar adalah salah satu perintah yang sudah dinashkan. Berbagai kontradiksi tersebut seharusnya disadari dengan pemahaman yang adil. Bagaimana, filsafat dihukum sesat dengan kesulitan yang menyelimuti hingga menjadi identitasnya dengan tujuan mengembangkan potensi manusia menjadi insan yang adil yakni insan yang mengupayakan menempatkan sesuatu pada tempatnya.


Penulis: M. Khusnun Niam

Mahasiswa Aqidah dan Filsafat Islam Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga

Post a Comment for "Arah Baru Mengemas gaya Filsafat"